Jakarta, CNBC Indonesia – Sentimen negatif yang mempengaruhi para pelaku pasar keuangan membuat dolar Amerika Serikat begitu perkasa. Mulai dari pernyataan hawkish bank sentral AS The Federal Reserve hingga masih panasnya konflik di Timur Tengah.

Nilai tukar rupiah pun telah terkena imbasnya saat ini, dengan pelemahan hingga sempat menyentuh level Rp 16.256 per dolar AS pada pukul 09.15 WIB (17/4/2024) berdasarkan data Refinitiv, menjadi yang terburuk setelah empat tahun terakhir atau saat awal merebaknya Pandemi Covid-19.

“Indeks Dolar AS naik ke kisaran 106 menyusul eskalasi konflik antara Iran dan Israel. Kondisi ini menjadi kabar buruk bagi nilai tukar Rupiah yang tahun ini sangat dipengaruhi oleh pergerakan inflasi AS dan kebijakan moneter The Fed. Rupiah diprediksi akan terus terdepresiasi jika konflik ini terus memanas dan berlanjut,” kata Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (17/4/2024).

Chairman The Fed Jerome Powell telah menegaskan The Fed perlu lebih banyak waktu untuk memastikan pemangkasan suku bunga. Dalam diskusi panel di acara Washington Forum on the Canadian Economy, Washington, D.C. pada Selasa waktu AS (16/4/2024) ia mengatakan perekonomian AS belum melihat inflasi kembali sesuai target bank sentral yakni di kisaran 2%.

“Data yang lebih baru menunjukkan pertumbuhan yang solid dan kekuatan yang berkelanjutan di pasar tenaga kerja, namun juga kurangnya kemajuan lebih lanjut sepanjang tahun ini karena kembalinya target inflasi 2%,” kata Powell dikutip dari CNBC International.

Senada dengan pernyataan para pejabat bank sentral baru-baru ini, Powell mengindikasikan tingkat kebijakan saat ini kemungkinan besar akan tetap berlaku sampai inflasi mendekati target 2%.

Data terbaru jelas tidak memberikan kita kepercayaan yang lebih besar, dan malah menunjukkan bahwa kemungkinan akan memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan untuk mencapai kepercayaan tersebut,” katanya dalam forum bank sentral.

Pernyataan Powell ini membuat pelaku pasar makin pesimis jika The Fed akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat. Terlebih, Inflasi AS di luar dugaan menanjak hingga 3,5% (year on year/yoy) pada Maret 2024 dari 3,2% pada Februari. Sejumlah data AS juga menunjukkan ekonomi AS masih bergeliat kuat dengan data tenaga kerja menunjukkan adanya penambahan 303.000 pada non-farm payrolls, lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar di angka 200.000.

Drone Iran menyerang Israel pada Sabtu pekan lalu (15/4/2024). Serangan drone tersebut yang merupakan serangan langsung pertamanya terhadap wilayah Tel Aviv. Ini berisiko meningkatkan eskalasi regional karena Amerika Serikat (AS) berjanji memberikan dukungan “kuat” kepada Israel.

Serangan Iran terjadi ketika proksi Teheran di Irak, Lebanon, Suriah dan Yaman melancarkan serangkaian serangan terhadap sasaran-sasaran Israel dan Barat sejak tanggal 7 Oktober, ketika Hamas yang didukung Iran melancarkan serangan teror yang menghancurkan di Israel selatan, sehingga memicu serangan membabi buta Tel Aviv ke Gaza, Palestina.

Ketegangan di Timur Tengah akan meningkatkan ketidakpastian global sehingga investor menahan diri atau memilih aset aman seperti dolar AS.

Kepala Ekonom Bank Syariah Indonesia Banjaran Indrastomo bahkan tak ragu mengatakan, jika kondisi lebih buruk, dalam artian konflik meluas melibatkan negara-negara afiliasi serta berlangsung lebih lama, rupiah berpotensi semakin tertekan ke level psikologis baru di kisaran Rp 16.500.

“Akan berpotensi mendorong kenaikan harga minyak ke level $100/barel dan nilai tukar menyentuh 16.500 sehingga menyebabkan kenaikan beban subsidi BBM sekitar sepertiga dari prediksi,” ucap Banjaran kepada CNBC Indonesia.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Awas Kaget! Nilai Tukar Rupiah Bakal Segini Tahun Depan


(arm/mij)




Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *